Senin, 10 Oktober 2011

Fotoperiodisme dan Vernalisasi

FOTOPERIODISME DAN VERNALISASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembungaan, pembuahan, dan set biji merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam produksi tanaman. Proses-proses ini dikendalikan baik oleh lingkungan terutama fotoperiode dan temperatur, maupun oleh faktor-faktor genetik atau internal. Salah satu proses perkembangan yang harus tepat waktu adalah proses pembungaan. Tumbuhan tidak bisa berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akar dan daun lengkap. Sebaliknya tumbuhan tidak dapat berbunga dengan lambat, sehingga buahnya tidak sempurna misalnya datangnya musim dingin.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat berhubungan kehidupan tanaman, yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi oleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya dan temperatur. Penyinaran cahaya terhadap tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu faktor dari luar yang mempengaruhi pembungaan (Natania, 2008). Kejadian musiman sangat penting dalam siklus kehidupan sebagian besar tumbuhan. Perkecambahan biji, pembungaan, permulaan dan pengakhiran dormansi tunas merupakan contoh-contoh tahapan dalam perkembangan tumbuhan yang umumnya terjadi pada waktu spesifik dalam satu tahun. Stimulus lingkungan yang paling sering digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah fotoperiode, yaitu suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode, seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme (photoperiodism) (Campbell, dkk., 1999).
Penemuan fotoperiodisme merangsang banyak sekali ahli fisiologi tanaman untuk mengadakan penyelidikan tentang proses itu lebih jauh dalam usahanya untuk menentukan mekanisme aksi. Mereka segera menemukan bahwa istilah hari pendek dan hari panjang merupakan salah kaprah (misnomer). Interupsi periode hari terang dengan interval kegelapan tidak mempunyai efek mutlak pada proses pembungaan (Natania, 2008).
Faktor temperatur sangat  berpengaruh terhadap tanaman, karena umumnya temperatur mengubah atau memodifikasi respons terhadap fotoperiode pada spesies dan varietas (Thomas dan Raper, 1982). Banyak sepesies membutuhkan periode dingin atau temperaturnya mendekati pembekuan selama 2 sampai 6 minggu agar dapat berbunga pada waktu fotoperiode panjang pada musim semi.

1.1.            Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
· Untuk mengetahui fotoperiodisme pada tumbuhan
· Untuk mengetahui vernalisasi pada tumbuhan

1.2.            Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah pada makalah ini antara lain adalah pengertian dan mekanisme fotoperiodisme dan mekanisme vernalisasi.















BAB II
ISI

2.1. FOTOPERIODISME
Lamanya penyinaran juga mempengaruhi pertumbuhan. Di daerah subtropis beberapa jenis tanaman termasuk tumbuhan hari panjang. Bunga mekar pada akhir musim panas, yaitu setelah tumbuhan mendapat penyinaran lebih dari 12 jam. Pertumbuhan vegetatif dan generatif suatu tumbuhan sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran. Tanggapan suatu tumbuhan terhadap panjang pendeknya hari disebut fotoperiodisme.
Cahaya juga merangsang pertumbuhan bunga. Ada tumbuhan yang berbunga pada hari pendek (lamanya penyinaran matahari lebih pendek daripada waktu malam). Ada pula tumbuhan yang berbunga pada hari panjang (lamanya penyinaran matahari lebih panjang daripada waktu malam). Hal ini berkaitan dengan aktivitas hormon fitokrom pada tumbuhan.
Sebagai contoh tanaman kol (Brassica Sp) di Indonesia tidak pernah berbunga. Akan tetapi, jika diberi cahaya dalam waktu yang lebih lama secara periodik, tanaman kol dapat tumbuh memanjang dan berbunga. Beberapa tumbuhan hari panjang dapat berbunga jika diberi gibberellin dan sitokinin.      
Istilah fotokala merujuk kepada panjang hari siang berbanding dengan panjang malam. Arti panjang siang terhadap tumbuhan jelas dapat dilihat terutama di zona temperat. Pada musim bunga, tumbuhan bereaksi terhadap pertambahan panjang siang dengan memulai pertumbuhan, pada musim gugur, tumbuhan bereaksi terhadap panjang siang yang semakin pendek dengan memberhentikan proses pertumbuhan. Oleh sebab perubahan panjang siang disebabkan oleh putaran bumi yang seragam di sekeliling matahari, maka panjang siang merupakan petunjuk musim yang dapat diyakini. Faktor-faktor lain seperti gambar suhu atau kelembaban sangat berubah-ubah dan sulit untuk diyakini. Dengan demikian, tumbuhan harus dapat teradaptasi untuk bereaksi terhadap panjang siang sebagai suatu penunjuk musim.  
Panjang siang juga mengatur pembungaan pada sebagian tumbuhan. Misalnya, terdapat tumbuhan seperti violet dan tulip, yang berbunga pada musim bunga. Tumbuhan yang lain seperti aster dan goldenrod berbunga pada musim gugur. Para ahli peneliti telah meneliti contoh fotoperiodisme ini pada tumbuhan. Menurut Lakitan (1994) Beberapa tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam (Mader, 1995).
Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
  1. Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari.
  2. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
  3. Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
  4. Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas.

Pada jurnal, “meningkatkan model berbunga kuantitatif melalui pemahaman yang lebih baik dari fase-fase sensitivitas photoperiod”, dilakukan eksperimen mentransfer timbal balik dimana tanaman yang ditransfer antara hari-hari panjang dan pendek pada interval teratur sepanjang pertumbuhan (Steven R. Adams dkk.). Pada penelitian ini terkonsentrasi pada efek dari temperatur rata-rata photoperiod pada waktu dari menabur untuk berbunga pertama. Perlakuan pencahayaan photoperiodic untuk tanaman hari panjang (LDP) dilakukan untuk meminimalkan durasi untuk berbunga, mengaktifkan berbunga dipercepat dan mengurangi biaya pencahayaan.
       
2.2. Induksi Fotoperiodisme
Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.
Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam resepon perbungaan terhadap rangsangan fotoperioda, pertama menerima rangsangan, kedua transformasidari organ penerima rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru yang berkaitan dengan penyediaan bahan untuk perbungaan, ketiga pengangkuatan hasil metabolisme dan keempat terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan. 
Beberapa percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa apabila daun dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan , sedangkan apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi, tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat berbunga. Hormon yang berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang masih merupakan hormon hipotesis.
3.            Vernalisasi
Pada tahun 1920-an, para ahli sains dari Departemen Pertanian A.S. yang melakukan penelitian di Beltsville, Maryland mulai meneliti aktivitas pembungaan pada tumbuhan. Mereka mulai menyadari bahwa pembungaan dimulai oleh panjang siang. Setelah menanam tumbuhan dalam rumah tanaman, tempat fotokalanya dapat diubah secara buatan, mereka membuat kesimpulan bahwa tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga kumpulan :
·        Tumbuhan pendek siang- berbunga apabila fotokalanya lebih pendek daripada panjang genting. (Contoh yang baik ialah pohon cocklebur, pohon merah (poinsetia, kekwa).
·        Tumbuhan panjang siang- berbunga apabila fotokalanya lebih panjang daripada suatu panjang genting. (Contoh yang baik ialah gandum, barli, bunga cengkih, bayam).
·        Tumbuhan neutral siang- pembungaan tidak bergantung kepada suatu fotokala. (Contoh yang baik ialah tomat dan timun).
Vernalisasi merupakan induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan sebelum mulai perbungaan. Vernalisasi sebenarnya tidak khusus untuk perbungaan, tetapi diperlukan pula oleh biji-biji tumbuhan tertentu sebelum perkecambahan. Respon terhadap suhu dingin ini bersifat kualitatif (mutlak), yaitu pembungaan akan terjadi atau pembungaan tidak akan terjadi. Lamanya periode dingin haruslah beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung sepesiesnya. Spesies semusim pada musim dingin, dua tahunan, dan banyak spesies tahunan dari daerah beriklim sedang yang membutuhkan vernalisasi semacam itu agar berbunga. Biji, umbi, dan kuncup banyak spesies tanaman di daerah beriklim sedang membutuhkan stratifikasi (beberapa minggu diletakkan dalam penyimpanan yang dingin dan lembab) untuk mematahkan dormansi. Jadi vernalisasi secara harfiah berarti membuat  suatu keadaan tumbuhan seperti musim semi, yaitu menggalakkan pembungaan sebagai respon terhadap hari-hari yang panjang selama musim semi (Gardner,dkk, 1991).
Seterusnya kita harus mengambil perhatian bahwa suatu tumbuhan panjang siang dan pendek siang dapat mempunyai panjang hari genting yang sama. Bayam merupakan suatu tumbuhan panjang siang yang mempunyai panjang genting selama empat belas jam, rumput reja merupakan suatu tumbuhan pendek siang dan mempunyai panjang genting yang sama. Walau bagaimanapun, bayam hanya berbunga pada musim panas apabila panjang siang meningkat sehingga empat belas jam atau lebih, dan rumput reja berbunga pada musim gugur apabila panjang siangnya berkurang hingga empat belas jam atau kurang. (Rumput reja harus menjadi matang sebelum dapat berbunga, sebab itulah tumbuhan ini tidak berbunga pada musim bunga walaupun panjang siangnya kurang daripada empat belas jam).
Pada tahun 1938, K. C. Hammer dan J. Bonner memulai eksperimen dengan panjang siang dan malam buatan yang tidak perlu sama dengan suatu normal, yaitu siang dua puluh empat jam. Mereka kemudian berpendapat bahwa cocklebur yang merupaka tumbuhan pendek siang akan berbunga pada waktu gelapnya berterusan selama delapan setengah jam, tanpa memperkirakan panjang waktu siang. Selanjutnya, jika waktu gelap ini diganggu untuk seketika oleh pancaran cahaya, maka pohon cocklebur tidak akan berbunga. ( Mengganggu panjang waktu penyinaran dengan kegelapan tidak memiliki arti ). Keputusan yang sama juga telah diperoleh bagi tumbuhan panjang siang. Tumbuhan tersebut memerlukan suatu waktu gelap yang lebih pendek daripada suatu panjang genting tanpa memperhitungkan panjang waktu pencahayaan. Walau bagaimanapun, jika suatu malam yang lebih panjang dari panjang genting diganggu oleh suatu pancaran cahaya yang sekejap, maka tumbuhan siang panjang akan berbunga. Dengan demikian, dapatlah dibuat kesimpulan bahwa panjang waktu gelap yang mengakibatkan pembungaan, bukannya panjang waktu pencahayaan. Dalam keadaan alami, jelaslah siang yang lebih pendek senantiasa berfungsi dengan malam yang lebih panjang, dan begitulah sebaliknya.
Pada jurnal, untuk tanaman photoperiod sensitif, untuk menaggapi stimulus bunga induktif, daun perlu kompeten dan menghasilkan stimulus bunga dan meristem harus memiliki kemampuan untuk merespon rangsangan tersebut. Jarak antara meristem apikal dan akar merupakan faktor yang mengatur saat inisiasi bunga terjadi di bawah kondisi induktif  Ribes nigrum L. Nicotiana tabacum L. (Schwabe dan Al-Doori, 1973; McDaniel, 1980).  
3.1. letak Vernalisasi
Bukti-bukti bahwa rangsanagan dingin dihasilkan di dalam meristem atau kuncup dan bukan didalam daun diperoleh dari empat fenomena:
  1. Biji yang telah mengalami imbibisi mudah divernalisasi
  2. Pengenaan suhu dingin hanya pada daun, akar, atau batang tidak efektif.
  3. Biji yang sedang berkembang pada tanaman induk dapat dan seringkali sudah tervernalisasi apabila tepat pada waktu suhu dingin berlangsung sebelum biji menjadi kering.
  4. Tanaman yang ditanam dari kuncup liar suatu daun yang sudah tervernalisasi telah tergalakkan untuk berbunga (Gardner,dkk, 1991).



3.2. Hilangnya Vernalisasi
Vernalisasi pada biji dapat dinolkan dengan pengenaan kondisi yang parah, seperti kekeringan atau temperatur tinggi (30-35̊C) selama periode beberapa hari. Pada percobaan yang dilakukan oleh Lysenko di Uni soviet, mengenai biji serealia musim dingin yang divernalisasi dan dipertahankan biji dalam keadaan kering menyebabkan proses devernalisasi (penghilangan vernalisasi). Percobaan yang dilakukan Lysenko itu tidak berlaku di mana saja, mungkin karena telah tersedia kultivar tipe musim semi yang teradaptasi.
            Vernalisasi pada rumput-rumputan tahunan tertentu, ternyata lebih kompleks, selain dingin, juga diperlukan beberapa fotoperiode pendek.  Contohnya pada rumput orchard, penggalakan pembungaan terjadi secara alamiah, dan diperlukan suhu ingin untuk menggalakkan pembungaan pada sepesies-sepesies tersebut (Gardner,dkk, 1991).

3.3. Interaksi Vernalisasi dengan faktor lain
Chailakhyan menyatakan bahwa hanya tumbuhan di daerah temperatur yang mengalami musim dingin, dapat kita harapkan memerlukan vernalisasi, dan ini adalah tumbuhan hari panjang (LPD). Tumbuhan hari pendek biasanya berada di daerah subtropis.
            Ada sebuah interaksi yang ganjil pada Petkus rye (secale cereale), kebutuhan akan vernalisasi dapat digantikan dengan perlakuan hari pendek (short day), tetapi apabila tanaman ini telah memperoleh vernalisasi, dia memerlukan induksi hari panjang untuk pembungaannya. Sama halnya dengan Hyoscyamus niger memerlukan vernalisasi apabila dalam tahap roset dan perbungaan akan terjadi hanya pada hari panjang.

3.4. Organ Penerima Rangsangan Vernalisasi
Organ tumbuhan yang dapat menerima rangsangan vernalisasi sangat bervariasi yaitu biji, akar, embrio, pucuk batang. Apabila daun tumbuhan yang memerlukan vernalisasi mendapat perlakuan dingin, sedangkan bagian pucuk batangnya dihangatkan, maka tumbuhan tidak akan berbunga (tidak terjadi vernalisasi).
            Vernalisasi merupakan suatu proses yang kompleks yang terdiri dari beberapa proses. Pada Secale cereale, vernalisasi pada tanaman ini terjadi di dalam biji dan semua jaringan yang dihasilkannya berasal dari meristem yang tervernalisasi. Pada Chrysantheum, vernalisasi hanya dapat terjadi pada meristemnya.
            Zat yang bertanggung jawab dalam meneruskan rangsangan vernalisasi disebut vernalin, yaitu suatu hormon hipotesis karena sampai saat ini belum pernah diisolasi. Di dalam hal perbungaan GA dapat mengganti fungsi vernalin, meskipun GA tidak sama dengan vernalin. Pada H. Niger, pemberian GA dapat menggantikan vernalisasi:
Tumbuhan roset          GA      vegetatif                      berbunga
Tumbuhan roset                      vernalisasi                     berbunga

            Menurut hipotesis Chailkhyan, hal tersebut dapat terjadi sebagai berikut:
Pada tumbuhan hari panjang, apabila mengalami vernalisasi akan menghasilkan vernalin, dan pabila selanjutnya memperoleh induksi hari panjang, vernalin akan diubah menjadi giberelin. Giberelin dengan antesin yang sudah tersedia pada tumbuhan hari panjang akan menghasilkan perbungaan. Jadi vernalisasi adalah suatu proses yang aerob, tidak akan terjadi vernalisasi kalau atmosfirnya diganti dengan Nitrogen. Disamping itu vernalisasi merupakan proses kimia yang tidak biasa, karena terjadi reaksi yang cepat pada suhu dingin (Sasmitamihardja, dkk, 1996).
Dalam jurnal kita dapat mengidentifikasi 3 fase perkembangan yaitu fase pra induktif (Juvenil), induktif dan pacsa induktif (Roberts et al 1986). Fase pra induktif tidak sensitif terhadap photoperiod, fase induktif tanaman sensitif terhadap photoperiod dan fase pacsa induktif periode photoperiod insensitive selama bunga berkembang. Dengan demikian, jelas bahwa setidaknya empat fase perkembangan perlu dibedakan dalam percobaan mentransfer timbal balik: (1) photoperiod-insensitive fase remaja; (2) photoperiod-sensitif fase induktif, berakhir pada komitmen bunga; (3) photoperiod-sensitif bunga tahap pengembangan, dan (4) photoperiod-insensitive bunga fase pertumbuhan. Suhu optimum yang digunakan ialah 21 derajat celsius.  Namun, pendekatan analitis mengasumsikan tanaman sama-sama sensitif terhadap photoperiod selama induksi bunga dan fase awal pembangunan bunga; pengembangan lebih lanjut akan diperlukan untuk memungkinkan analisis transfer data timbal balik dari tanaman dengan tanggapan yang berbeda photoperiod, terutama mereka dengan persyaratan photoperiod ganda.




BAB III
KESIMPULAN

Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran atau  panjang pendeknya hari yang dapat merangsang pembungaan. Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1.      Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari.
2.      Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
3.      Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
4.      Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas.
Penyelidikan sebenarnya telah menunjukkan bahwa panjang gelaplah yang penting, mengganggu waktu gelap dengan adanya cahaya dapat menghalangi pembungaan pada tumbuhan hari pendek.
Vernalisasi merupakan induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan sebelum mulai perbungaan. Vernalisasi pada biji dapat dinolkan dengan pengenaan kondisi yang parah, seperti kekeringan atau temperatur tinggi (30-35C).  Apabila daun tumbuhan yang memerlukan vernalisasi mendapat perlakuan dingin, sedangkan bagian pucuk batangnya dihangatkan, maka tumbuhan tidak akan berbunga (tidak terjadi vernalisasi). Zat yang bertanggung jawab dalam meneruskan rangsangan vernalisasi disebut vernalin, yaitu suatu hormon hipotesis karena sampai saat ini belum pernah diisolasi. Disamping itu vernalisasi merupakan proses kimia yang tidak biasa, karena terjadi reaksi yang cepat pada suhu dingin.



DAFTAR PUSTAKA

Silvia S.Mader. 1995. Biologi, Evolusi, Keanekaragaman dan Lingkungan. Malaysia : Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.
Riana yani,dkk. 2003. Biologi SMU kelas II, Bandung : Remaja RosdaKarya.
Steven R.Adams, Simon Pearson, Paul Hadley. 2000.  Improving quantitative flowering models through a better understanding of the phases of photoperiod sensitivity. Oxford journals ofExperimental Botany  vol 52 issue 357 Pp 655-662,October 20, 2000.
Putra, dkk., 2010, Fotoperiodisme dan Vernalisasi,     http://rikiharyanto.blogspot.com/
Sanusi, A., 2009, Respon Tanaman Terhadap Penyinaran. http://sanoesi.wordpress.com/about/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar